Selasa, 19 April 2016

Biografi R.A Kartini - Pahlawan Emansipasi Wanita Indonesia

Advertisement
Biografi R.A Kartini. Tokoh wanita satu ini sangat terkenal di Indonesia. Dialah Raden Ajeng Kartini atau dikenal sebagai R.A Kartini, beliau dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional yang dikenal gigih memperjuangkan emansipasi wanita kala ia hidup. Mengenai Biografi dan Profil R.A Kartini, beliau lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di Kota Jepara, Hari kelahirannya itu kemudian diperingati sebagai Hari Kartini untuk menghormati jasa-jasanya pada bangsa Indonesia. Kartini lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan oleh sebab itu ia memperoleh gelar R.A (Raden Ajeng) di depan namanya, gelar itu sendiri (Raden Ajeng) dipergunakan oleh Kartini sebelum ia menikah, jika sudah menikah maka gelar kebangsawanan yang dipergunakan adalah R.A (Raden Ayu) menurut tradisi Jawa.

Ayahnya bernama R.M. Sosroningrat, putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV, seorang bangsawan yang menjabat sebagai bupati jepara, beliau ini merupakan kakek dari R.A Kartini. Ayahnya R.M. Sosroningrat merupakan orang yang terpandang sebab posisinya kala itu sebagai bupati Jepara kala Kartini dilahirkan.

Ibu kartini yang bernama M.A. Ngasirah, beliau ini merupakan anak seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Kota Jepara. Menurut sejarah, Kartini merupakan keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono VI, bahkan ada yang mengatakan bahwa garis keturunan ayahnya berasal dari kerajaan Majapahit.

Ibu R.A Kartini yaitu M.A. Ngasirah sendiri bukan keturunan bangsawan, melainkan hanya rakyat biasa saja, oleh karena itu peraturan kolonial Belanda ketika itu mengharuskan seorang Bupati harus menikah dengan bangsawan juga, hingga akhirnya ayah Kartini kemudian mempersunting seorang wanita bernama Raden Adjeng Woerjan yang merupakan seorang bangsawan keturunan langsung dari Raja Madura ketika itu.
R.A Kartini Bersama Saudara-Saudaranya
R.A Kartini sendiri memiliki saudara berjumlah 11 orang yang terdiri dari saudara kandung dan saudara tiri. Beliau sendiri merupakan anak kelima, namun ia merupakan anak perempuan tertua dari 11 bersaudara. Sebagai seorang bangsawan, R.A Kartini juga berhak memperoleh pendidikan.

Ayahnya kemudian menyekolahkan Kartini kecil di ELS (Europese Lagere School). Disinilah Kartini kemudian belajar Bahasa Belanda dan bersekolah disana hingga ia berusia 12 tahun sebab ketika itu menurut kebiasaan ketika itu, anak perempuan harus tinggal dirumah untuk 'dipingit'.

Pemikiran-Pemikiran R.A Kartini Tentang Emansipasi Wanita
Meskipun berada di rumah, R.A Kartini aktif dalam melakukan korespondensi atau surat-menyurat dengan temannya yang berada di Belanda sebab beliau juga fasih dalam berbahasa Belanda. Dari sinilah kemudian, Kartini mulai tertarik dengan pola pikir perempuan Eropa yang ia baca dari surat kabar, majalah serta buku-buku yang ia baca.

Hingga kemudian ia mulai berpikir untuk berusaha memajukan perempuan pribumi sebab dalam pikirannya kedudukan wanita pribumi masih tertinggal jauh atau memiliki status sosial yang cukup rendah kala itu.

R.A Kartini banyak membaca surat kabar atau majalah-majalah kebudayaan eropa yang menjadi langganannya yang berbahasa belanda, di usiannya yang ke 20, ia bahkan banyak membaca buku-buku karya Louis Coperus yang berjudul De Stille Kraacht, karya Van Eeden, Augusta de Witt serta berbagai roman-roman beraliran feminis yang kesemuanya berbahasa belanda, selain itu ia juga membaca buku karya Multatuli yang berjudul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta.
 ...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu - (R.A Kartini)."
Ketertarikannya dalam membaca kemudian membuat beliau memiliki pengetahuan yang cukup luas soal ilmu pengetahuan dan kebudayaan, R.A Kartini memberi perhatian khusus pada masalah emansipasi wanita melihat perbandingan antara wanita eropa dan wanita pribumi.

Selain itu ia juga menaruh perhatian pada masalah sosial yang terjadi menurutnya, seorang wanita perlu memperoleh persamaan, kebebasan, otonomi serta kesetaraan hukum.

Surat-surat yang kartini tulis lebih banyak berupa keluhan-keluhan mengenai kondisi wanita pribumi dimana ia melihat contoh kebudayaan jawa yang ketika itu lebih banyak menghambat kemajuan dari perempuan pribumi ketika itu. Ia juga mengungkapkan dalam tulisannya bahwa ada banyak kendala yang dihadapi perempuan pribumi khususnya di Jawa agar bisa lebih maju.

Kartini menuliskan penderitaan perempuan di jawa seperti harus dipingit, tidak bebas dalam menuntuk ilmu atau belajar, serta adanya adat yang mengekang kebebasan perempuan.

Cita-cita luhur R.A Kartini adalah ia ingin melihat perempuan pribumi dapat menuntut ilmu dan belajar seperti sekarang ini. Gagasan-gagasan baru mengenai emansipasi atau persamaan hak wanita pribumi olah Kartini, dianggap sebagai hal baru yang dapat merubah pandangan masyarakat. Selain itu, tulisan-tulisan Kartini juga berisi tentang yaitu makna Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan, peri kemanusiaan dan juga Nasionalisme.

Kartini juga menyinggung tentang agama, misalnya ia mempertanyakan mengapa laki-laki dapat berpoligami, dan mengapa mengapa kitab suci itu

harus dibaca dan dihafal tanpa perlu kewajiban untuk memahaminya.

Teman wanita Belanda nya Rosa Abendanon, dan Estelle "Stella" Zeehandelaar juga mendukung pemikiran-pemikiran yang diungkapkan oleh R.A Kartini. Sejarah mengatakan bahwa Kartini diizinkan oleh ayahnya untuk menjadi seorang guru sesuai dengan cita-cita namun ia dilarang untuk melanjutkan studinya untuk belajar di Batavia ataupun ke Negeri Belanda.

Hingga pada akhirnya, ia tidak dapat melanjutanya cita-citanya baik belajar menjadi guru di Batavia atau pun kuliah di negeri Belanda meskipun ketika itu ia menerima beasiswa untuk belajar kesana sebab pada tahun 1903 pada saat R.A Kartini berusia sekitar 24 tahun, ia dinikahkan dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang merupakan seorang bangsawan dan juga bupati di Rembang yang telah memiliki tiga orang istri.

Meskipun begitu, suami R.A Kartini memahami apa yang menjadi keinginan R.A KArtini sehingga ia kemudian diberi kebebasan untuk mendirikan sekolah wanita pertama yang kemudian berdiri di sebelah kantor pemerintahan Kabupaten Rembang yang kemudian sekarang dikenal sebagai Gedung Pramuka.

Pernikahan R.A Kartini Hingga Wafatnya
Dari pernikahannya dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, R.A Kartini kemudian melahirkan anak bernama Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904, Namun miris, beberapa hari kemudian setelah melahirkan anaknya yang pertama, R.A Kartini kemudian wafat pada tanggal 17 September 1904 di usianya yang masih sangat muda yaitu 24 tahun. Beliau kemudian dikebumikan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang.

Berkat perjuangannya kemudian pada tahun 1912, berdirilah Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang kemudian meluas ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon serta daerah lainnya. Sekolah tersebut kemudian diberi nama "Sekolah Kartini" untuk menghormati jasa-jasanya. Yayasan Kartini ini keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis di era kolonial Belanda.

Terbitnya Buku 'Habis Gelap Terbitlah Terang'
Buku 'Habis Gelap Terbitlah Terang'
Sepeninggal R.A Kartini, kemudian seorang pria belanda bernama J.H. Abendanon mulai mengumpulkan surat-surat yang pernah ditulis oleh R.A Kartini ketika ia aktif melakukan korespondensi dengan teman-temannya yang berada di Eropa ketika itu.

Dari situ kemudian disusunlah buku yang awalnya berjudul 'Door Duisternis tot Licht' yang kemudian diterjemahkan dengan judul Dari Kegelapan Menuju Cahaya yang terbit pada tahun 1911. Buku tersebut dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan kelima terdapat surat-surat yang ditulis oleh Kartini.

Pemikiran-pemikiran yang diungkapkan oleh Kartini kemudian banyak menarik perhatian masyarakat ketika itu terutama kaum Belanda sebab yang menulis surat-surat tersebut adalah wanita pribumi.

Pemikirannya banyak mengubah pola pikir masyarakat belanda terhadap wanita pribumi ketika itu. Tulisan-tulisannya juga menjadi inspirasi bagi para tokoh-tokoh Indonesia kala itu seperti W.R Soepratman yang kemudian menbuat lagu yang berjudul 'Ibu Kita Kartini'.

Presiden Soekarno sendiri kala itu mengeluarkan instruksi berupa Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, pada tanggal 2 Mei 1964, yang berisi penetapan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, Soekarno juga menetapkan hari lahir Kartini, yakni pada tanggal 21 April, diperingati sebagai Hari Kartini sampai sekarang ini. 

Munculnya Perdebatan Surat-Surat Yang Ditulis Oleh Kartini.
Banyak perdebatan serta kontrovesi mengenai surat-surat yang ditulis oleh Kartini,  sebab hingga saat ini sebagian besar naskah asli surat Kartini tak diketahui keberadaannya. jejak keturunan J.H. Abendanon pun sulit untuk dilacak oleh Pemerintah Belanda. Banyak kalangan yang meragukan kebenaran dari surat-surat Kartini.

Ada yang menduga bahwa J.H. Abendanon, melakukan rekayasa surat-surat Kartini. Kecurigaan ini didasarkan pada buku Kartini yang terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda ketika itu, dimana J.H Abendanon sendiri termasuk yang memiliki kepentingan dan mendukung pelaksanaan politik etis.

Selain itu penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar juga banyak diperdebatkan. Pihak yang tidak begitu menyetujui, mengusulkan agar tidak hanya merayakan Hari Kartini saja, namun merayakannya bersama dengan hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember.

Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih, sebab masih ada pahlawan wanita lain yang tidak kalah hebat perjuangannya dengan Kartini seperti Dewi Sartika, Cut Nyak Dhien, Martha Christina Tiahahu, dan lain-lain. Menurut sebagian kalangan, wilayah perjuangan Kartini itu hanya di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah mengangkat senjata melawan penjajah kolonial.

Buku-Buku R.A Kartini
  • Habis Gelap Terbitlah Terang
  • Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya
  • Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904
  • Panggil Aku Kartini Saja
  • Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya
  • Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903

Sejarah Asal-usul Nama Indonesia


Kata orang apalah arti nama. Ya, apa artinya nama? Apakh pada akhirnya nama memang sesuatu yang benar-benar ‘unik’, yang dapat membedakan ‘kita’ dengan ‘yang lain’? Nah, kalau sama terus kenapa? Dan kalau beda, memang mau apa?
Pertanyaan itu mungkin bisa kita renungkan bersama. Walaupun perkara ‘nama’ ini kelihatannya sederhana tetapi sebenarnya ada “politik identitas” yang termuat di dalamnnya loh… Aduh, hari gini masih ngomong politik? Enggak banget ya?! Eits, tenang… Politik identitas ini punya definisi yang beda dari politik kekuasan. Nah, sebelum kita masuk ke “politik identitas” itu kita pelajari dulu yuk asal-usul nama Indonesia…
Sebelum kedatangan bangsa Eropa
PADA zaman purba kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai atau Kepulauan Laut Selatan. Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini DwipantaraKepulauan Tanah Seberang, nama yang diturunkan dari kata Sansekerta,dwipa, yang berarti pulau dan antara yang berarti luar atau seberang.
Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Ramayang diculik Ravana, sampai ke SuwarnadwipaPulau Emas, yaitu Sumatra (sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza’ir al-JawiKepulauan Jawa. Nama Latin untuk kemenyan adalahbenzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra.
Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil “Jawa” oleh orang Arab, bahkan bagi orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Para pedagang di Pasar Seng, Mekkah menyebut, “Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi” atau “Sumatra, Sulawesi , Sunda, semuanya Jawa”.
Masa kedatangan Bangsa Eropa
Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia . Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan jika Asia hanya terdiri dari Arab, Persia , India , dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah Hindia. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”, sedangkan tanah air kita memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies , Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (*Maleische Archipel, Malay Archipelago , l’Archipel Malais).
Ketika tanah ini dijajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch- Indie atau Hindia Belanda, sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah Hindia Timur atau To-Indo.
Berbagai Usulan Nama
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan namayang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin insula berarti pulau). Tetapi rupanya nama Insulinde ini kurang populer. Bagi orang Bandung , Insulinde mungkin hanya dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista.
Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata “ India ”. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 Lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.
Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Kata-kata ini sendiri termuat dalam Sumpah Palapa yang dikumandangkan Gajah Mada, ”Lamun huwus kalah Nuswantara, isun amukti palapa”“jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat”. Oleh Dr. Setiabudi katanusantara zaman Majapahit tersebut diberi pengertian yang nasionalistis.
Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi Nusantara yang modern. Istilah Nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda. Sampai hari ini istilah Nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia. Lalu dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul?
Nama Indonesia
Tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel “On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations.” Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas, a distinctive name, sebab nama Hindia Tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama, Indunesia atau Malayunesia, nesos, dalam bahasa Yunani berarti Pulau. Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis, “… the inhabitants of the Indian Archipelago or malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.”

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia, Kepulauan Melayu, daripada Indunesia atau Kepulauan Hindia, sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia. Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago, Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan ini, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan,“Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia , which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago.”Ketika mengusulkan nama Indonesia agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!
Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan bukuIndonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918.
Putra pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan namaIndonesische Pers-bureau.
Masa Kebangkitan Nasional: Makna politis
Pada dasawarsa 1920-an, nama Indonesia yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama Indonesia akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda, yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging, berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Dalam satu tulisannya Bung Hatta menegaskan, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut Hindia Belanda. Juga tidak Hindia saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.“
Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij).
Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama Indonesia. Akhirnya nama Indonesia dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda. Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad, Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardji Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch- Indie”. Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah namun masukkanya Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 membuat Hindia Belanda ‘lenyap’ dan pada akhirnya tergantikan dengan Republik Indonesia.

Ahok Unggah Foto Ilustrasi Stasiun MRT, Netizen Ramai Dukung


Citizen6, Jakarta Bagi warga Jakarta dan sekitarnya,  layanan transportasi Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta ditargetkan selesai pada 2019 mendatang. Waktu tiga tahun terbilang singkat. Penasaran dengan wujud stasiun MRT, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, yang akrab disapa Ahok mengunggah foto-foto ilustrasi stasiun MRT.
Melalui akun Twitter miliknya Ahok Basuki TPurnama @basuki_btp, ia mengunggah foto-foto ilustrasi stasiun MRT yang tengah dalam proses pengerjaan.
Keterangan pada foto bertuliskan, "Inilah ilustrasi Stasiun MRT (Mass Rapid Transit) Jakarta yang rencananya akan beroperasi pada awal tahun 2019. Saat ini dalam proses pengerjaan."
Tak heran, ribuan netizen merespons ramai unggahan foto Ahok. Mayoritas netizen menyambut baik hadirnya MRT. Mereka turut berharap, proyek pembangunan stasiun MRT segera rampung.

Unggahan foto ilustrasi stasiun MRT yang diunggah Ahok pada Jumat (15/04/2016) sudah di retweet sekitar 2.000-an pengguna Twitter dan memperoleh like sebanyak 3.000-an.
Akun @bmw_233 Berasa di Jepang Pak Gub @basuki_btp
@pebbyaprilia Pak @basuki_btp kereeen pak, tp semoga warga dan personel yg kerja dsitu bs merawat yaa, ngga kotor, corat coret sana sini, ngga dekil, ngga bau pesing, toilet terawat dan bersiiiiihhh... itu harapan saya ngebayangin kapan yaa indonesia bs cantik.

Presiden Indonesia yang Tidak Tertulis dalam Sejarah Bangsa

Citizen6, Jakarta Hingga saat ini bangsa Indonesia hanya mengenal tujuh presiden yang pernah memimpin NKRI. Masyarakat pastinya fasih ketika harus menghapal ketujuh nama presiden, mulai dari Ir Soekarno hingga sekarang presiden Joko Widodo.  Namun tahukah anda bahwa ternyata ada dua nama lagi yang pernah menjabat negeri ini? Mereka luput dan terlupakan dari sejarah, bahkan tidak banyak yang mengenalnya. 

Adalah Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat yang pernah memimpin Indonesia pada masa-masa genting. Sayang, usia memimpin yang relatif singkat membuat nama kedua tokoh ini tidak dikenal. Padahal tanpa mereka, Indonesia bisa saja direbut kembali oleh penjajah karena kondisi pemerintahan dalam keadaaan kosong. Siapa sebenarnya mereka dan bagaimana perjalanan dalam memimpin Indonesia? Berikut ulasannya. 

Kisah Sjafruddin Prawiranegara dan Assaat yang terlupakan

Sjafruddin Prawiranegara memimpin saat Presiden Soekarno dan Mohd Hatta di asingkan oleh Belanda pada Agresi Militer Belanda kedua. Saat itu Belanda habis-habisan menggempur Yogyakrta. Selain dua tokoh nasional tersebut,  Belanda juga menangkap pemimpin Indonesia lainnya untuk di asingkan ke Pulau Bangka. Belanda menyiarkan kabar bahwa Indonesia sudah bubar, karena pemimpin-pemimpinnya sudah mereka tawan. 


Perbedaan antara bakat dengan minat - Dalam berbagai kesempatan, mungkin kita pernah atau bahkan sering mendengar istilah; bakat dan minat. Kadang-kadang penggunaan kata “bakat” hampir tak berbeda dengan kata “minat” dalam sebuah kalimat yang dibaca. Samakah bakat dengan minat? Mungkin pertanyaan ini pernah terlontar di pikiran kita masing-masing. Oleh sebab itu, mari kita diskusikan bersama.

Bakat  merupakan potensi atau kemampuan yang dibawa seseorang sejak lahir. Setiap orang memiliki potensi alamiah yang berbeda sejak lahir. Ada yang mempunyai bakat tulis menulis, kesenian, olah raga, komputer, belajar bidang eksakta, dan bakat lainnya. Bakat ini tidak akan hilang dari diri seseorang. Hanya saja, bakat itu tidak sempat tersalurkan dengan baik oleh berbagai hambatan. Orang sering menyebutnya sebagai bakat terpendam.



Lain halnya dengan minat. Minat tumbuh dan berkembang setelah mengalami suatu proses. Orang akan berminat terhadap sesuatu karena merasa tertarik setelah mendapat gambaran positif. Banyak manfaatnya, bagi diri sendiri maupun orang lain. Minat dapat tumbuh dalam diri seseorang secara alamiah maupun mendapat pengaruh positif dari lingkungannya.

Minat berpengaruh besar terhadap bakat. Artinya, minat akan dapat mengarahkan penyaluran bakat dalam diri seseorang. Orang yang berminat kegiatan kesenian, misalnya, akan membantu untuk mengembangkan potensi bakatnya di bidang olah suara. Jadi, bakat lebih spesifik dibandingkan minat.

Itulah sekilas perbedaan antara bakat dan minat yang dimiliki oleh seseorang. Mudah-mudahan menjadi bahan inspirasi dan diskusi buat kita semua.



PEMBAHASAN sosial
    A.    Permasalahan Sosial Yang Berhubungan Dengan Dunia Pendidikan
Pendidikan sejak  dulu  sampai  sekarang merupakan hal  terpenting dalam hidup manusia. Masalah yang dihadapi oleh masyarakat pun bertambah terutama dalam bidang pendidikan.Pendidikan memberikan kemajuan pemikiran umat manusia,  sehingga taraf hidup mereka meningkat.  Dalam perkembangannya  dari  zaman ke  zaman pendidikan  berubah  menjadi suatu sistem. Suatu sistem pendidikan yang tersusun secara sistematis diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 ayat 1, yang menjelaskan bahwa pendidikan dilaksanakan melalui 3 jalur yaitu pendidikan formal, nonformal,dan informal. Ketiga jalur pendidikan ini satu sama lain saling  berkait  dan  membutuhkan  untuk  melakukan  perubahan  sosial  yang  terjadi  dimasyarakat  kelak.  Selain  ketiga jalur tersebut  anak-anak  Indonesia  wajib  menempuhpendidikan “wajib belajar 9 tahun.Sistem pendidikan di Indonesia terbagi atas tiga jalur dengan masing-masing jalur memilikisistem tersendiri, yaitu:
a).  Pendidikan  formal  adalah  satuan  pendidikan  yang  diselenggarakan  melalui  sistempersekolahan yang memiliki ciri-ciri antara lain terstruktur secara mapan, kurikulum diatursecara nasional, memiliki jenjang yang mengikat, memiliki aturan yang ketat dalam prosedurpenerimaan murid baru (rekrutmen warga belajar),  memiliki  tata tertib yang ketat dalamproses belajarnya.
b). Pendidikan nonformal adalah lembaga pendidikan di luar sistem persekolahan merupakanjalur  penyelenggaraan  pendidikan  yang  berbeda  dengan  pendidikan  persekolahan.  Jalurpenyelenggara pendidikan nonformal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tidak terlalu ketat sistem pembelajaran, baik dari segi waktu, kurikulum, fasilitator,sumber belajar maupun tempat pembelajaran.
2)  Kurikulum  diusahakan  dapat  sesuai  dengan  kebutuhan  balajar.
3)  Fasilitator  dan  sumber  belajar  diusahakan  yang  tersedia  di  lingkungan  sekitar.
4)  Pengaturan  waktu  disesuaikan  dengan  waktu  luang  warga  belajar.
5)  Tempat  belajar  disesuaikan  tempat  kedekatan  warga  belajar.
c). Pendidikan informal adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga dan berbagaisatuan yang ada di  masyarakat  sesuai  dengan kebutuhan belajar  masyarakat.  Pendidikaninformal  memiliki  ciri  lebih  fleksibel  dibanding  jalur  pendidikan  formal  dan  pendidikannonformal.  Contohnya;  pendidikan  dalam  keluarga  dapat  menyelenggarakan  pendidikansendiri  di  dalam keluarganya sesuai  kebutuhan belajar
1) Terjadinya tuntutan reformasi  disegala bidang termasuk bidang pendidikanAdapun permasalahan sosial di bidang pendidikan terdiri atas: Permasalahan Eksternal pendidikan masa kini1. Permasalahan globalisasiBila dikaitkan dengan dunia pendidikan ,globalisasi pendidikan berarti terintegrasinyapendidikan kedalam kehidupan global. Sejumlah SMA dan SMK sudah menerapkansistem manajemen oleh karena itu sudah mulai menjadi permasalahan dalam bidangpendidikan  terutama  menyangkut  output  pendidikan.telah  terjadi  pergeseranparadigma tentang keunggulan suatu wilayah
2. Permasalahan perubahan sosialFungsi pendidikan pada dewasa ini sebagai agen perubahan sosial , justru menjadiparadoks.  Kenyataan  menunjukkan  bahwa  perubahan  sosial  berjalan  lebih  cepatdibandingkan  upaya  pembaruan  dan  laju  perubahan  sosial  sama  artinya  denganmenyiapkan keterbelakangan Permasalahan internal
1. Permasalahan sistem kelembagaan pendidikanYang dimaksud yaitu adanya dualisme atau bahkan dikotomi antar pendidikan umumdan  pendidikan  agama  ,bukan  hanya  karena  hal  itu  belum  ditemukan  solusinyamelainkan juga karena melahirkan sosok manusia yang pincang.
2. Permasalahan profesionalisme guruGuru tidak bisa datang dari mana saja tanpa melalui sistem pendidikan profesi danseleksi yang baik .namun kenyatan di lapangan menunjukkan adanya guru honoreryang  tidak  berasal  dari  pendidikan  guru,yang  memasuki  pekerjaan  sebagai  gurutanpa melalui seleksi profesi
3. Permasalahan strategi pembelajaran Menunjukkan praktek pembelajaran lebih banyak menerapkan srategi pembelajarandari model tradisional ke model baru yang berkaitan dengan profesionalisme guru
 Peran  guru  BK  dalam  menghadapi  permasalahan  sosial  di  bidangpendidikan yaitu:Memfasilitasi  siswa  agar  mampu  mengembangkan  dirinya.  Siswa  memerlukanbimbingan karena merekaa masih kurang memiliki pemikiran serta wawasan yang luastentang dirinya dan lingkungan sosial .selain itu, program bimbingan konseling dapatmencegah dan mengatasi potensi negatif yang terjadi dalam proses pembelajaran dilingkungan pendidikan
B. PERMASALAHAN SOSIAL DI BIDANG EKONOMI
penghasilan penguasa pribumi makin berkurang. Sudah pasti keadaan iniakan  menimbulkan  kegoncangan  dalam  kehidupan  para penguasapribumi.  Di  pihak  rakyat,  khususnya  para  petani  dibebani  kewajibanuntuk mengolah  sebagian  tanahnya  untuk  ditanami  dengan  tanaman-tanaman  eskpor  dan masih  harus  menyumbangkan  tenaganya  secarapaksa  kepada  pemerintah  kolonial. Hal  inilah  yang  mengakibatkanruntuhnya perekonomian rakyat.
1. Masalah kemiskinan
2. Pengangguran dan kesempatan kerja
3. Krisis nilai tukar
4. Profit ekonomi
5. Kebodohan yang merajalela
6. Inflasi
7. Hutang piutang
8. Perbedaan kepentingan dan pendapatan
9. Monopoli
10. Pembangunan yang tidak efektif
11. Krisis BBM
PERAN  GURU  BK  ATAU  KONSELOR  DALAM  MENGHADAPI  MASALAH  DIBIDANG EKONOMI YAITU:
Diperlukan adanya kesadaran dalam diri  sendiri  karena dengan adanya kesadaranmaka permasalahan sosisal dapat diatasi terutama dalam bidang ekonomi. Kita harusmenghimbau orang lain untuk peduli pada masalah sosial yang terjadi dimana-manaseperti  memberikan  penyuluhan-penyuluhan  disekolah  atau  dilingkunganmasyarakat.  Sebagai  wujud  kepedulian  terhadap  masalah  sosial  yang terjadi di lingkungan masyarakat.
C. PERMASALAHAN SOSIAL DI BIDANG POLITIK
Masalah di  bidang  politik  itu  menyangkut  masalah  yang terjadi  pada  pemerintahyang bersifat umum diantaranya seperti pada kegiatan pemilu banyak sekali partaiyang berebut kursi  yang terkadan dilakukan persaingan secara tidak sehat sepertibentuk kecurangan suara dan saling menjatuhkan satu sama lain . masalah lain yaituKKN( Korupsi,kolusi, dan nepotisme.Peran guru bk atau konselor dalam menghadapi permasalahan di bidang politikyaitu:Melakukan  interaksi  dengan  pemerintah  dalam  rangka  proses  pembuatan  danpelaksanaan  keputusan  yang  mengikat  tentang  kebaikan  bersama  .danberkomunikasi dengan mereka dalam rangka penanggulangan masalah sosial yangtimbul di masyarakat.

 

KESIMPULAN
Pendidikan adalah suatu upaya yang sadar dilakukan untuk meningkatkan kemampuan individuagar dapat menentukan kehidupan secara mandiri. Pendidikan didefinisikan oleh siapapunmenurut aliran maupun dapat dianalisis berdasarkan suatu system. Analisis terhadap systempendidikan  dapat  dilakukan  dari  input,  output  dan  outcome,  dimana  input  sangatmenentukan proses pendidikan dan proses akan menentukan output pendidikan  Diperlukanadanya  kesadaran  dalam  diri  sendiri  karena  dengan  adanya  kesadaran  makapermasalahan  sosisal  dapat  diatasi  terutama  dalam  bidang  ekonomi.  Kita  harusmenghimbau orang lain untuk peduli pada masalah sosial yang terjadi dimana-manaseperti  memberikan  penyuluhan-penyuluhan  disekolah  atau  dilingkunganmasyarakat.  Sebagai  wujud  kepedulian  terhadap  masalah  sosial  yang  terjadi  dilingkungan masyarakatKita harus mempunyai kesadaran bahwa pendidikan dan perubahan social memilikikaitan yang sangat kuat. Pendidikan dapat menimbulkan perubahan dalam masyarakat dansebaliknya, jika masyarakat mengalami perubahan, secara tidak langsung system pendidikanjuga mengalami perubahan.Kita juga harus bisa melaksanakan system pendidikan denganbaik.  Karena  dalam  pendidikan  memerlukan  waktu  yang  sangat  panjang  dan  sangatdipengaruhi  oleh  banyak  faktor  yang tidak  dapat  terdeteksi  secara  dini.Pendidikan  dasarpada hakikatnya merupakan pendidikan yang memberikan kesanggupan pada peserta didikbagi  perkembangan kehidupanya baik untuk pribadi maupun masyarakat. Oleh karena itusetiap  warga  negara  harus  diberi  kesempatan  yang  seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan dasar(wajib belajar 9 tahun).


Permasalahan pendidikan di Indonesia masa kini sesungguhnya sangat kompleks. Makalah ini dengan segala keterbatasannya, hanya sempat menyoroti beberapa diantaranya yang dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu permasalahan eksternal dan internal. Dalam permasalahan eksternal di bahas masalah globalisasi dan masalah perubahan social sebagai lingkungan pendidikan.
Sedangkan menyangkut permasalahan internal disoroti masalah system kelemahan (dialisme dikotomi), profesionalisme guru, dan strategi pembelajaran. Dari pemahaman terhadap sejumlah permasalahan dimaksud di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai permasalahan pendidikan yang komplek itu, baik eksternal maupun internal adalah saling terkait.
Hal ini tentu saja menyarankan bahwa pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan tidak bisa dilakukan secara parsial; yang merupakan pendekatan terpadu. Bagaimanapun, permasalahan-permasalahan di atas yang belum merupakan daftar lengkap, harus kita hadapi dengan penuh tanggung jawab. Sebab, jika kita gagal menemukan solusinya maka kita tidak bisa berharap pendidikan nasional akan mampu bersaing secara terhormat di era globalisasi dewasa ini.
Sebagai insan yang berpendidikan, kita tentu masih terus berharap akan datangnya perubahan fundamental terhadap sistem pendidikan kita. rasa optimis menatap masa depan wajib terbersit di lubuk hati kita semua, meskipun banyak sekali problem yang belum terentaskan. Rasa optimis menjadi “kata kunci” (key word) bagi semua idealisme perubahan itu. Seperti Paulo freire yang telah berhasil memerdekakan rakyat Brazil dari buta huruf, keterbelakangan, dan kemiskinan. Kita tidak bisa membayangkan, betapa besar rasa optimis seorang Freire sewaktu berjuang dengan sekuat tenaga dan pikirannya untuk membebaskan rakyat Brazil dari buta huruf, keterbelakangan, dan kemiskinan itu.
Meskipun banyak problem yang dihadapi oleh pendidikan nasional, namun itu semua tidak boleh menyurutkan semangat kita. Bagaimanapun juga, pendidikan nasional merupakan investasi bagi masa depan bangsa. Sebab, melalui pendidikan nasional, masa depan bangsa sedang dirancang sebaik mungkin dengan cara mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang tidak kalah kualitasnya dengan negara-negara lain. Kita perlu mengingat kembali kata Cicero, “Pekerjaan apakah yang lebih mulia, atau yang lebih bernilai bagi negara, daripada mengajar generasi yang sedang tumbuh?”.
Dengan demikian, sebagai seorang yang berada di dunia pendidikan kita tidak perlulah merasa putus asa. Ini seperti yang dikatakan oleh Suyanto (2006: ), Sitem pendidikan nasional sedang beranjak menuju perubahan. Akan tetapi, perubahan itu jelas tidak bisa dalam sekali waktu yang langsung memperlihatkan hasil secara maksimal. Sebab, mengelola sistem pendidikan nasional ibarat menanam modal (investasi) untuk jangka panjang. Tetapi wujud keberhasilannya tidak seketika. Jika investasi dalam bentuk bisnis jelas akan menghasilkan untung-rugi secara riil, karena dapat diukur dengan besarnya nominal rupiah. Namun investasi pendidikan adalah berbentuk kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang riil bagi generasi bangsa. Karena tujuan nasional pendidikan kita adalah untuk membangun mentalitas yang berkarakter.
Daftar Pustaka